9 Album Rock Indonesia Terkeren 2017

  • By: Redaksi SuperMusic.ID
  • Senin, 25 December 2017

Tahun 2017 tetap tahun yang bergairah bagi musik rock Indonesia, terutama di kancah alternative/indie rock. Di tahun ini, genre tersebut mencetak banyak aksi-aksi baru nan segar dengan musik yang memikat. Album-album yang dihasilkan juga dapat sanggup mencuri perhatian para penikmat musik nusantara. Stoner/heavy rock juga mendapatkan tempat di hati penggemar kancah cadas lokal. Namun dapat dibilang untuk tahun ini para unit metal ‘beristirahat’ dulu, terlihat dari kurangnya album metal yang menonjol.

Tentunya mereka yang melepas album keren di tahun ini patut diapresiasi. Untuk itu, SuperMusic.ID telah memilih sembilan album rock lokal keren yang menyita perhatian pada tahun 2017. Sebuah upaya yang sulit untuk memilih sembilan di antara begitu banyak album rock lokal keren lainnya. Namun dengan berbagai pertimbangan, berikut sembilan album rock Indonesia yang terpilih. Enjoy! 

*Urutan berdasarkan abjad

1. Barefood - Milkbox

Sejak mencuri perhatian lewat EP demonya di tahun 2010 dan meledak lewat EP Sullen di tahun 2013 (ingat betapa syahdunya “Perfect Colour”?), tentu album penuh perdana dari duo alternative rock asal Jakarta ini sangat ditunggu-tunggu. Dan hasilnya adalah Milkbox, sebuah album dengan sound alternative rock yang sangat 90-an tapi tetap terdengar segar. Formula musik Barefood kian kental di sini: hangatnya alternative rock diaduk dengan manisnya power pop. Dua lagu berbahasa Indonesia di album ini, “Hitam” dan “Biru” merupakan lagu terbaik yang pernah diciptakan mereka. Sebuah penantian yang tak sia-sia.

*Baca ulasan lengkapnya di sini.

2. Eleventwelfth - s/t

Gelombang math/twinkle emo di nusantara mulai ramai sejak dua tahun ke belakang, salah satu yang menarik perhatian adalah band asal Jakarta, Eleventwelfth. Melihat potensi yang mereka miliki, wajar jika komplotan Eleventwelfth ditasbihan sebagai garda terdepan kancah emo nasional saat ini.

Lewat rilisan album berjudul sama dengan nama band yang rilis pada awal 2017 kemarin, Eleventwelfth mampu menyajikan suguhan harmonisasi di tiap lini lagu yang apik. Single manis berjudul “Your Head As My Favourite Bookstore” dapat jadi anthem emo kids zaman sekarang. Kancah emo kini tak lagi berpusat pada lengkingan puber ala remaja, Eleventwelfth telah memantik esensi yang terpendam di dalam entitas emo.

3. .Feast - Multiverses

Dengan narasi yang sambung-menyambung di tiap lagu, .Feast berani menjahit tiap lagunya dengan musik rock yang ditambal kolaborator lintas genre-nya. Sebuah langkah yang patut diacungi jempol. Dari Ramengvrl (rapper), Bam Mastro (vokalis Elephant Kind), Oscar Lolang (musisi folk), Karaeng Adjie (vokalis Polka Wars) hingga Haikal Azizi alias Bin Idris (vokalis Sigmun) berkontribusi apik dengan gayanya masing-masing. Walaupun dapat dibilang musiknya belum matang total, Multiverses adalah salah satu album lokal dengan konsep paling menarik di tahun 2017.

*Baca ulasan lengkapnya di sini.

4. Gaung - Opus Contra Naturam   

Rama Putratantra, arsitek di balik Gaung, sukses menciptakan komposisi yang dapat membawa pendengarnya mengarungi petualangan audio kosmik menembus batas-batas dimensi lapis suara. Bak sebuah astronot tersesat di luar angkasa, kita seakan dibawa menembus lubang cacing, disedot dan terpental tersasar di planet asing dengan makhluk-makluk ajaib seperti film animasi Fantastic Planet (1973) karya René Laloux.

Band asal Bandung ini meramu psychedelic, progressive, dan stoner rock tanpa vokal dengan dosis tepat. Opus Contra Naturam menjadi tantangan tersendiri, baik untuk didengarkan hingga habis atau untuk dijelajahi lebih jauh.

*Baca ulasan lengkapnya di sini.

5. Heals - Spectrum

Selama kurun waktu tiga sampai empat tahun ke belakang, shoegaze mulai perlahan menjadi primadona di kalangan pegiat musik independen. Namun, di antara jajaran band yang lalu lalang mengadopsi paham ‘Kevin Shields-isme’, hanya hitungan jari band yang benar-benar mampu memukau. Salah satunya adalah band potensial asal Bandung, Heals.

Lewat Spectrum, lagi-lagi Bumi Parahyangan menunjukkan bahwa tanah mereka adalah tempat penghasil band-band (indie pop) unggul. Spectrum berisikan 10 nomor manis getir yang diterjemahkan secara baik lewat shoegaze yang mereka usung. Kepiawaian mereka berbuah dengan berlaga di Festival Musik Laneway Singapura 2018.

6. HURT‘EM - Condolence

Condolence menghantam tanpa ampun, tanpa peringatan. HURT’EM menerjemahkan intensitas sebuah energi besar yang menolak ditumpulkan. Album perdana ini memperdengarkan bagaimana rasanya menjadi seorang pemadat kemarahan.

Album ini berada di persimpangan antara grindcore dan hardcore modern pasca 2000-an. Aransemen padat dan cepat yang dibungkus sound gitar berat dan pekat adalah motif utama Condolence. Tanpa sedikitpun momen rehat, album ini bergerak liar ke satu titik intens melalui berbagai rute berbeda.

Band asal Depok ini juga berhasil lolos dari jebakan komposisi monoton grindcore. Riff-riff berat dark hardcore menjadi senjata ampuh untuk menjaga tegaknya wall of sound, memungkinkan berbagai aransemen hidup di dalamnya. Komposisi tersebut akhirnya memberi celah bagi nada minor dan melodik tumbuh lebat. Dinamika ini tidak melemahkan musik HURT’EM, justru membangun atmosfer menjadi semakin gelap.

Condolence adalah album bertenaga tinggi hasil pergesekan grindcore dan hardcore yang menyeret pendengarnya ke dalam gumpalan kemarahan.

*Baca ulasan lengkapnya di sini.

7. Mooner - Tabiat

Sulit untuk tidak menilai Tabiat dari latar belakang band para personelnya. Tak bisa dimentahkan juga bahwa keempat personel Mooner membawa sedikit banyak pengaruh dari ‘band asal’ mereka, karena sound tersebut jelas terdengar di album ini. Tabiat adalah 12 nomor hard rock 70-an beraroma stoner rock dan bebunyian Timur Tengah yang kental. Nuansa itu menjadi sajian utama tiga interlude berjudul “Takana” yang terbagi menjadi tiga bagian di sepanjang album. Para pengusung Pariaman Blues ini menggunakan ketiganya menjadi penanda pergeseran nuansa dan tempo.

“Takana, Pt.1” menjadi pembuka atas karakter sound Mooner sebagai band rock Indonesia 70-an yang terjebak di lorong waktu. Mooner memainkan lick-lick gitar serta lirik sederhana diiringi sound kotor dan kering, terdengar akrab pula mudah dicerna. Sementara, “Takana, Pt.2” menandai perubahan tempo dan mood yang mengubah Mooner menjadi band rock padang pasir asal Palm Desert, kering dan ngebut. Interlude terakhir, “Takana, Pt.3” mengalihkan sound Mooner mendekati psychedelic rock mid-tempo yang berat dan lambat.

Pembeda Tabiat dengan sound sejenis adalah penggunaan instrumen Timur Tengah (gendang yang muncul di “Takana”), dan vokal terang Marshella, yang menembus beratnya musik Mooner. Cerahnya vokal Marshella menjadi penyeimbang Tabiat secara keseluruhan, tanpa harus banting setir ke nada-nada tinggi.

Nomor terbaik album ini, “Ternganga” hadir di urutan terakhir usai “Takana, Pt.3”. Pamungkas bertempo sedang ini memuat riff psikedelik mengawang, diiringi gendang, dan diakhiri seruling. Tabiat adalah debut mengesankan; wajah lama dengan baju baru. Mooner tampak siap menjadi hidangan baru nan sedap di kancah rock Indonesia.

*Baca ulasan lengkapnya di sini.

8. Kelelawar Malam - Jalan Gelap

Pergantian personel dan perombakan lini adalah salah satu faktor penting Jalan Gelap. Perubahan menjadi format tiga gitaris memungkinkan komposisi Jalan Gelap lebih konsisten dan variatif. Jalan Gelap tetap dipenuhi atmosfer pekat ciri khas Kelelawar Malam, yaitu persilangan horror punk dengan sound lain dari spektrum musik rock dan metal. Album ini terdengar jauh berbeda dari sound album Kelelawar Malam (2010), walau masih mempertahankan formula yang sama.

Sound lain yang merasuki Jalan Gelap adalah rockabilly, desert/stoner rock, dan black metal. Berbagai pengaruh sound tersebut tidak membuyarkan fokus Jalan Gelap, justru menjadi bagian penting dari nyawa album ini.

Berbagai sound tersebut tak hanya bergentayangan dan membentuk atmosfer album secara keseluruhan, tapi di beberapa lagu justru menegaskan keunikan Kelelawar Malam. Contohnya adalah lick funk yang membuka “Sang Pembantai”. Selain terdengar segar dan berbeda, bagian ini juga menunjukkan perkembangan komposisi lagu Kelelawar Malam. Perubahan tersebut terlihat jelas pula di lagu “Babylon”, yang pantas disebut sebagai lagu terbaik Kelelawar Malam. Vokal beroktaf tinggi membelah gang shout, solo gitar hard rock 70-an, dan ketukan bertempo cepat. Elemen lain yang terdengar wajar tapi tetap mengejutkan adalah riff dan blastbeat black metal yang muncul di separuh lagu penutup, “Merapi”.

Satu hal yang tetap menjadi ciri khas adalah vokal Sayiba ‘Von Mencekam’. Di album ini, vokal rendahnya terdengar ‘besar’ dan menggema tapi berintonasi datar. Penyampaian datar ini menimbulkan efek lain; lirik mistis terdengar seperti kisah petualangan, dan juga, cerita humor.

*Baca ulasan lengkapnya di sini.

9. Scaller - Senses

Telah lama industri musik nasional tak menghasilkan bibit paten sebaik Scaller. Kemunculan Scaller di lanskap musik tanah air selayaknya oase di tengah pusaran gurun. Pasangan Stella Gareth (vokal/synth) dan Reney Karamoy (gitar) mampu meletakkan standar tinggi bagi band-band rock baru di Indonesia yang kian marak saling berebut singgasana garda terdepan di belantika. Namun di satu sisi tentu memicu band-band lainnya untuk saling berpacu menghasilkan karya musik berkualitas.

Album perdana bertajuk Senses yang rilis awal tahun kemarin, menuai decak kagum dari berbagai kalangan. Komposisi album ini menampillkan progresi yang dinamis, namun tetap tak kehilangan konsistensi identitas musik yang mereka bawakan. Kesan enerjik, megah, sekaligus gelap bersatu padu dengan ciamik. Membayangkan Stella bernyanyi, tak ubahnya membayangkan geraman powerful khas seorang Alanis Morissette. Maju beberapa tahun ke depan, bukan hal yang mustahil jika Senses bakal jadi album penting di kancah rock nusantara.

*Baca ulasan lengkapnya di sini.